snow

Minggu, 17 Mei 2015

Fira dan Firza


Langit Bandar Lampung malam ini tampak bertabur bintang, dingin yang tak kunjung mereda menusuk setiap bagian dari kulit menandakan memang sekarang sudah larut malam. bukan saat yang tepat untuk menyendiri, menatap langit dan meratapi sesuatu yang sudah lewat.

Akhir-akhir ini, di balkon ini, Fira selalu memandangi langit, menyeruput teh hijau kesukaannya untuk mengusir dingin yang seringkali ia rasakan. Menyelimuti dirinya, memutar sebuah lagu yang sedih kedengarannya, dan menyeka airmata yang selalu turun tak tertahankan.
Hanya agar bisa kembali membuat kenangan itu terlintas dikepalanya.
Kenangan yang belum lama ini beranjak dari hidupnya.

FIRA

“Firzaa!!! Cepetan dong, nanti kita terlambat.  Kalo mereka udah pada seru coret-coretan kita pasti dilupain! Nanti mereka asik sendiri!
Aku maunya seluruh bajuku ini penuh sama tanda tangan semua anak disekolah, jadi kita harus segera berangkat!”
Celotehku pagi ini yang memang dengan lantang aku lontarkan untuk Firza, saudari kembarku yang pagi ini terasa sedikit berbeda karena tidak memperbolehkanku memasuki kamarnya. Sedikit berbeda karena biasanya dia yang meneriaki untuk segera bergegas setelah lama menungguku selesai berdandan, sedikit mencurigakan.

Segera ku kuncit rambut kesayanganku dan mengetuk pintu kamar Firza yang sejak tadi tidak menjawab teriakanku yang sudah tidak sabar ingin pergi sekolah karena ini hari kelulusan kami.
Aku ketuk pintu kamar Firza beberapa kali, “Firzaaaa.. cepetan doonnggg. Udah jam berapa ini?”
Tak ada jawaban.
“Firzaaaaa.. cepeta..” tiba-tiba teriakanku terpotong saat Firza perlahan membuka pintu kamarnya.
Firza terlihat sedikit malu-malu. Aku memiringkan wajahku dan benar-benar tak tahu harus berkata apa saat melihat Firza pagi ini.

“kamu pake hijab?” tanyaku yang terheran-heran karena ini pertama kalinya melihat Firza menutupi kepalanya dengan balutan kain berwarna putih.
Firza kulihat menganggukan kepalanya.
“hahahahahaha, sejak kapan kamu berniat pake hijab?”
Belum sempat Firza menjawab, aku segera memotongnya “eits, nanti aja ceritanya. Sekarang kita udah terlambat! Kamu sih lama banget dandannya. Yuk berangkat!”

Ini adalah hari kelulusan kami. Setelah tiga tahun bersama-sama saling memotivasi agar bisa lulus dengan nilai yang baik, sekarang nilai itu kami dapatkan.
Yah, meskipun aku jadi peringkat dua disekolah karena aku tak mungkin bisa mengalahkan Firza yang otaknya cerdas luar biasa.
Aku selalu menganggap kepintaranku diambil sebagian olehnya ketika didalam kandungan, tapi dia tak pernah mau mengakui hal itu.

Kami selalu bepergian bersama-sama setiap harinya. Entah mengapa aku merasa Firza bukan hanya seperti kembaranku, tapi dia juga sahabat yang benar-benar selalu bisa membuatku tidak merasa kesepian menjalani hidup ini.
Tapi aku benar-benar kaget melihatnya pagi ini, dia tak pernah bercerita bahwa ia ingin berhijab. Aku sedikit tidak terbiasa dengan penampilan barunya pagi ini, aku tak bisa lagi menjahili rambutnya seperti biasa.
Ada sedikit perasaan kesal karena dia merahasiakan hal ini padaku, tapi setelah melihat senyumnya barusan, aku pikir semuanya baik-baik saja.

FIRZA

“gerah”. Hal yang pertama kali aku rasakan ketika hijab ini menutupi ujung rambut hingga sebagian tubuhku. Tapi lama-kelamaan aku pasti akan terbiasa. Sangat lucu ketika aku melihat Fira terheran-heran melihatku memakai hijab ini. Aku memang sengaja tidak memberitahunya tentang niatku ini menutup auratku, dan hari ini kupilih jadi hari pertamaku menutup auratku agar dihari terakhirku di SMA, teman-temanku tahu bahwa aku sekarang berhijab.

Semoga pilihanku tidak salah.








FIRA

“kenapa kamu gak bilang kalo mau pake hijab? Katanya gak mau ada rahasia diantara kita”. Tanyaku mengisi kekosongan dalam perjalanan ke sekolah.
“ hahaha, iya Ra, aku sengaja gak mau ngasih tahu kamu, karena sebenarnya aku belum terlalu yakin untuk menentukan tanggal kapan pertama kali aku mulai memakai hijab. Entah kenapa, tadi pagi aku jadi yakin untuk mulai memakai hijab, ya sudah aku pakai aja”. Jawab Firza dengan nada cerianya.
“tapi kan harusnya bilang kalo ada rencana taubat gini” kataku sambil menunjukan kekesalan.
“hahaha iya, iya, maaf. Berikutnya gak ada rahasia-rahasiaan lagi kok!”. Jawab Firza sambil merangkulku.

Lalu tiba-tiba Firza berdiri di depanku, menutup langkahku yang sedikit lagi sampai di gerbang sekolah.
“Ra, selain gak boleh ada rahasia diantara kita, apalagi janji kita?” tanya Firza secara tiba-tiba kepadaku.
“hah? Hmm, Selain gak boleh ada rahasiaaa.. kita harusss… kompak ya?” jawabku terbata-bata karena merasa ada sesuatu yang tidak enak.
Firza terlihat memainkan alisnya kepadaku. Kemudian ia mengangguk.
Aku merasa ada yang tidak beres. “maksud kamu, supaya kita kompak, aku harus pake hijab juga?” tanyaku untuk memastikan pemikiranku.
Firza kembali mengangguk dengan senyum lebarnya.
Lalu ia berkata “ mau ya?”.

Aku tersenyum lirih dan perlahan mundur menghindarinya, kemudian aku mengambil langkah seribu untuk segera pergi meninggalkannya.
“gaaaaakkkk maaaauuuuu!!!!! Aku belum siap pake hijaaaabb!!!”

“Fira!! Katanya mau kompaaakk! Harus mau dong!!!” saut Firza yang terdengar seperti ikut berlari mengejarku dari belakang.


FIRZA

Hahahaha, dasar Fira, aku sudah tau dia pasti akan begini. Lari menghindariku seperti anak kecil yang ketakutan ketika ditawari permen oleh orang asing. Mana mungkin semudah itu dia mau menyembunyikan rambut indahnya yang selalu ia pamerkan kepadaku.

Hari ini kami berdua berbagi momen bahagia kami soal kelulusan, kami memang cocok, karena kami punya banyak kesamaan. Mungkin karena memang pada dasarnya, kami kembar.

Selfie adalah salah satu kegemaran kami.
“Za, foto nya kirim lewat line dong! Mau share di timeline” adalah hal wajib yang akan selalu aku dengar setiap kami selesai bergaya di depan kamera handphoneku.
Hari yang sangat membahagiakan buatku. Melihat Fira bahagia dengan kehidupannya, yang juga kehidupanku.
Sungguh hari yang baik bagiku untuk dengan senang hati meninggalkan ini semua. Ya, kini aku ingin lebih mendekatkan diriku kepada Sang Illahi.
Hijabku hari ini adalah awal pendekatanku dengan-Nya.

Fira, semoga, kamu bisa mengikuti langkahku mendekatkan diri kepada Tuhan ya.
Ucapku dalam hati.

…..




FIRA

“Sebaiknya memang harus ku singkirkan”. Baju seragam sekolah yang aku pakai ketika hari kelulusan setahun yang lalu ini ku gantung di dinding kamarku. Tepat segaris lurus dengan posisi tempat tidurku. Awalnya aku fikir, akan menyenangkan jika setiap kali aku terbangun dan membuka mata, baju yang penuh dengan kenangan indah ini menjadi benda pertama yang aku lihat sebelum aku memulai hari-hariku. Tapi sekarang aku fikir, lebih baik disingkirkan.
Semenjak hari itu, Firza berubah. Aku sudah tak bisa lagi merasakan tawa ‘ngakak’nya yang selalu bisa membuatku ikut tertawa. Aku sudah tak bisa lagi sakit perut karena terpingkal-pingkal setiap kali aku melihat Firza membodohi pria-pria yang kelihatannya menyukainya.

Setiap hari, aku masih sering keluyuran dengan teman-teman, tapi sekarang, tanpa Firza. Meskipun kami kembali masuk di universitas yang sama, sepertinya masa-masa indah seperti dulu tidak akan bisa terulang lagi.

Firza sudah berubah, dia jadi sering mengurung diri dikamar, jarang mau diajak bepergian jika bukan untuk hal yang penting. Dan sifatnya sudah tidak seheboh dulu.
“Za, aku pergi dulu yaaa” ucapku berpamitan denga Firza yang seperti biasa sedang mengurung diri dikamar. Tak ada jawaban darinya selain sayup-sayup bunyi ayat al-quran yang dia lantunkan.
“oh, sedang mengaji”. Ucapku dalam hati.

Hari ini aku hendak menonton sebuah konser di Gelanggang Sumpah Pemuda. Teman-temanku sudah menunggu disana. Ingin rasanya aku mengajak Firza, tapi pasti ditolaknya. Sekarang dia lebih senang mendengarkan ceramah atau bergabung dengan ibu-ibu pengajian daripada harus ikut aku dan teman-teman bersenda gurau sambil menonton konser seperti ini.

“iket rambut, dompet, handphone, alat make up, yak semuanya lengkap!” aku pun bergegas menuju lokasi konser hari ini.
Belum lama aku meninggalkan rumah, entah kenapa aku ingin kembali kerumah untuk mengajak Firza ikut menonton konser. Aku tahu, dari dulu Firza sangat menyukai grup band ini.
Alasan yang aku fikir cukup kuat untuk membalikkan langkahku kembali persis kedepan kamar Firza.
Aku mengetuk kamarnya “Firzaaa.. Zaaaa..”
Tak ada jawaban. Tapi tak ku dengar lagi suara mengaji dari kamar Firza. Tak lama kemudian dia membukakan pintu kamarnya.
“ada apa Ra?” tanya nya padaku.
“sini deh”. Aku menariknya keruang tengah, menuntunnya untuk duduk disebelahku. Lalu aku tunjukan tiket konserku padanya.

“Nih band kesukaan kamu manggung hari ini disini. Ikut yuk? nanti aku beliin tiket buat kamu.” Ucapku berharap Firza mau ikut menonton konser denganku.
Firza diam sejenak, kemudian mengembalikan tiket yang aku perlihatkan padanya. “maaf Fira, tapi aku dirumah aja deh, mau nerusin ngaji tadi lagi tanggung sedikit lagi.”

Mendengar jawaban itu, aku langsung geram, aku segera pergi. Meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“hati-hati Fira!!”
Dia tetap mengingatkan aku untuk berhati-hati dijalan, tapi aku tidak berminat untuk menjawabnya, aku terus meneruskan langkahku tanpa menggubris omongannya.

FIRZA

“maafkan aku Fira”.









FIRA

Tak ku sangka, dia sudah benar-benar berubah! Jika dulu aku mengajaknya menonton konser seperti ini, dia pasti mau menerima ajakanku!
Jangankan band ini, bahkan kalau memang ada acara musik dangdut yang bukan jadi genre musik kesukaan kami, kami akan tetap datang untuk merasakan keseruan suasana diacara itu!
Emangnya kenapa sih dia gak mau nonton konser lagi? Memangnya nonton konser itu haram? Gak boleh?. Dasar anak aneh!
Umpatku dalam hati setelah kesal dengan sikap Firza yang menolak ajakanku untuk menonton konser ini.

“Ra, dimana? Kita udah pada nungguin nih” tiba-tiba ada line yang aku terima dari Alissa, temanku yang pasti semakin lama menunggu karena aku memilih kembali kerumah hanya untuk mengajak saudari kembarku untuk ikut pergi menonton juga. Sambil menyegerakan langkahku mencari angkutan kota, aku balas line dari Alissa dengan sticker yang menggambarkan bahwa aku sudah dalam perjalanan.

Kira-kira setengah jam, akhirnya aku sampai dilokasi mereka.
“naaahh ini dia si anak lelet. Kemana aja bu? Gak kasian tuh sama Ari sampe jelek gitu mukanya karena nungguin lu” kata Alissa.
“sialan lu, eh Fira.. sini Ra ada bangku kosong kok udah aku siapin buat kamu” jawab Ari sambil menyambutku.

Tanpa pikir panjang aku langsung duduk disebelahnya “maaf, tadi aku balik lagi kerumah ngajak Firza buat ikutan nonton bareng kita”.
“lah terus, Firzanya mana?” tanya Alissa.
“Firza yang ku kenal dulu sudah mati”.

Mendengar jawabanku itu, mereka diam. Mungkin mereka sadar ini bukan saat yang tepat untuk melanjutkan pembicaraan.
“yaudah yuk masuk? Nanti kalo kelamaan kita desek-desekan di pintu masuk” potong Ari untuk mengakhiri pembicaraan ini.

Dan sekarang disinilah aku, menonton konser band kesukaan kami berdua tanpa sepenuhnya bisa menikmati suguhan lagu-lagu indah dari mereka.
Aku masih kesal, walaupun ari sejak tadi berusaha menghiburku, berusaha membuatku tertawa, aku masih belum bisa melupakan penolakan Firza tadi.
Mungkin memang kami sudah tidak sejalan lagi.

….



FIRZA

Sejak hari itu, kami berdua sudah jarang bersama lagi, Fira seringkali meninggalkanku dirumah karena ia pergi bersenang-senang dengan teman-temannya.  Aku sering menolak ajakannya untuk pergi, karena aku lebih memilih untuk tinggal dirumah untuk mendekatkan diri dengan-Nya.
Fira tidak bisa menerima pilihanku, ia merasa aku yang dulu sudah mati, aku bukan lagi saudari kembarnya yang selalu bisa membuat harinya menyenangkan.

Aku memang sudah berubah, aku ingin menjadi seseorang yang lebih baik dari ini, harus dengan cara apa aku katakan padamu agar kamu mengerti Fira?

Setiap kali Fira melihatku sedang mengaji, aku berhenti sejenak dan mengajaknya untuk ikut mengaji bersamaku. Tapi, Fira hanya akan berlalu pergi begitu saja, atau akan membentakku, mematahkan ajakanku yang dia fikir terlalu berlebihan.
Sekarang, dia kelihatannya tidak lagi menyukaiku, perbedaan diantara kami ini akhirnya membuat sedikit jarak diantara kami berdua.
Tak terasa, alquran yang sejak tadi kupegang basah oleh tetes air mata yg kini mengalir membasahi pipi.
Fira, aku harap, suatu saat nanti kamu akan mengerti.



FIRA

Sudah 3 bulan sejak konser band kesukaanku. Dan beberapa hari lagi bulan suci Ramadhan akan tiba. Hari ini kami berdua berulang tahun. Setahun yang lalu adalah perayaan ulang tahun yang paling aku suka, bagaimana Firza tiba-tiba mengetuk kamarku tepat pukul 12 malam sambil membawa kue, dan kami meniup lilin diatasnya bersama-sama. Kemudian disiang harinya, kami merayakan hari itu bersama teman-teman kami di sebuah café, asik saling tertawa, penuh balon dan bunga yang aku suka, dan diakhiri dengan bermain kembang api.
Keseruan itu rasanya ingin aku ulangi lagi tahun ini,tapi apa mungkin?

Lihat bagaimana sekarang kami sudah tak sejalan. Aku sangat benci dengan gayanya sekarang, dia sudah benar-benar berubah, bukan lagi Firza yang aku kenal.

Sekarang sudah pukul tujuh pagi, aku terbangun tanpa ada satupun hal yang spesial diulang tahunku hari ini. Tapi yasudahlah, mau bagaimana lagi.
Aku berjalan kedapur, minum segelas air putih mungkin akan menjernihkan fikiranku. Aku rasakan tiap tegukan air putih yang kuminum pagi ini.

Duar! Duar!

“aaaaa!!!!!!!!!!!” reflek aku teriak karena terkejut, air yang ku minum barusan tumpah membasahi pakaianku.

“happy birthdaaaaayyy!!!!” teriak Alissa, dan Ari yang diakhiri dengan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresiku yg terkaget-kaget mendengar suara petasan yang mereka hidupkan.

Aku menangis, karena terkejut, dan karena bahagia teman-temanku ini masih ingat dengan ulang tahunku. Aku tiup lilin diatas kue yang mereka bawa sambil mendengarkan lantunan lagu selamat ulang tahun yang mereka nyanyikan.
Tapi…
“Dimana Firza?” tanyaku pada Alissa.
“ada tuh dikamarnya, dia gak ngucapin happy birthday ke lo? Kok sekarang tingkahnya agak aneh ya?”
“iya, kayak gak ada yang spesial gitu hari ini, dia biasa aja pas kita izin mau ngasih sureprise ke lu tadi. Dia gak mau ikut-ikutan ngasih sureprise lagi”. Tambah Ari menyampaikan kekesalannya.

“iyaaa, si Firza emang gitu sekarang orangnyaaa, berubah drastis. Gak ada mirip-miripnya sama dulu lagi. Dia kayak bisa hidup sendiri aja tuh sekarang, gak perlu bantuan orang lain lagi kali”. Jawabku dengan volume agak keras dengan maksud menyindir Firza yang tetap saja mengurung diri dikamarnya.

“yaudah, daripada ngebahas orang kayak gitu, yuk gua traktir makaan?!”
“aasssseeeeeekkkk!!!!!” jawab teman-temanku bersemangat.


FIRZA

“Kalian mau kemana?” tanyaku kepada Fira, dan teman-temannya yang kelihatan hendak pergi.
Teman-temannya diam, seakan menunggu Fira yang menjawab.
“mau traktir mereka, mereka baru ngasih sureprise ke aku, jadi sekarang aku mau ngajak mereka makan dulu”. Jawab Fira.
“kenapa? Mau ikut?” tambahnya.

“Daripada kita ngabisin uang untuk foya-foya, lebih baik kita bersyukur atas nikmat yang kita dapatkan ini, hari ini aku ingin mengunjungi yayasan anak yatim piatu, kamu ikut denganku ya Ra?”

Fira melengos pergi. Tak menjawab ucapanku barusan.
Disusul dengan teman-temannya yang kelihatan bingung untuk menanggapi situasi ini.
“ki.. kita. Du.. duluan ya Za” kata Alissa menyusul yang lain.


Firaaa.. kenapa sih kamu gak mau kasih aku kesempatan?



FIRA

 “Ngeselin kan? kenapa coba dia harus ngomong kayak gitu? kita kan mau seneng-seneng, namanya juga lagi ulang tahun! Masa gak boleh seneng-seneng”.
“beda banget ya sama firza yang dulu.” Alissa menyanggah omonganku.
“nah! iya! dia tuh udah beda banget. Jadi makin ngeselin sekarang!”
“yaudah jangan marah-marah Ra, kan maksudnya si Firza baik”. Kata Ari.
“kok kamu jadi belain dia Ri?” kataku kesal.
“ya bukannya belain, tapi supaya kamu bisa maafin dia, maksud dia baik, Cuma mungkin cara dia nyampein ke kamunya yang kurang bisa kamu terima. Maafin lah Ra, kita kan ngerti maksudnya baik”.
“gak! Aku gak mau maafin dia, kesel bener lohhhh Riiiii..” kataku sambil menyubit lengan Ari yang memang duduk disebelahku didalam mobil itu.
“aduhh duhh duhh sakit Ra”, kata Ari sambil mengelus-elus lengannya.

“dah, aku mau seneng-seneng hari ini. Kalian semua harus bikin aku ketawa-ketawa ya!  Kalian harus bikin aku lupa sama kejadian barusan! Titik!” kata ku sambil bergantian menunjuk teman-temanku.
“siaaappp bosss!!!” jawab mereka kompak.
“let’s go!” lanjut Ari sambil mengeraskan volume tape nya jadi sedikit lebih keras.


FIRZA

Mungkin aku tadi salah ngomong ya?
Ah, nanti aku minta maaf deh, mungkin aku yang kelewatan, pikirku dalam hati.

Aku mengambil handphoneku, berniat untuk menghubungi Fira, lalu aku buka aplikasi line dan memberitahunya bahwa aku akan ke panti asuhan siang ini.
“Ra, aku mau ke panti asuhan, kalo mau kesana kabari aku ya, nanti aku share locationnya”. Tulisku dalam kotak chat Line ini.


FIRA

“Liat nih Firza chat di line dan tetap nyuruh aku ikut sama dia ke panti asuhan, ngeselin banget deh!” kataku sambil menunjukan kotak chat Line ku dengan Firza.
“mana? Mana? Coba lihat?” kata Alissa penasaran.
“nih lihat aja sendiri, makin kesel banget jadinyaa!” kataku sambil kembali menyubit Ari yang ada disebelahku.
“aaaaaaaaaaaaawwwwww” teriak Ari kesakitan.
“yaudah bales gih Ra? Bilang aja kamu gak bisa nyusul?” lanjut Ari menjawab kekesalanku.
“gak deh, gak usah dibalas, biar dia tahu kalo aku beneran kesal sama dia.”

Aku memang benar-benar kesal dengannya, bagaimana bisa dia tetap menyuruhku ke panti asuhan, sedangkan ini hari ulang tahunku, aku ingin bahagia bersama teman-temanku.
Ah sudah deh, lupakan saja, aku mau bersenang-senang dulu.

“naaahh! Udah deket nih sama café kesukaan kita!” kata Alissa.
“aseeekkk makan enaakkk!!” tambah Ari.
Dan ditutup dengan sorak keseruan kami semua yang sudah lapar sejak tadi.

Untung aku masih punya mereka, kalau tidak, hari ulang tahunku pasti gak akan se-seru ini. Mereka benar-benar sahabat yang bisa membahagiakanku hari ini. aku senang sekali memiliki mereka.


FIRZA

Fira tak kunjung membalas pesanku, jadi kuputuskan untuk berangkat ke panti asuhan sendirian siang ini. Senang rasanya berbagi dengan seluruh anak di panti asuhan hari ini. Dan sekarang sudah waktunya aku kembali pulang.
“udah jam 8 malam, aku pulang naik apa ya?” tanyaku dalam hati.
“nunggu jemputan ya Mbak?” Tanya Bapak pemilik panti asuhan yang aku datangi hari ini.
“iya Pak, ini saya lagi coba menghubungi kembaran saya, semoga dia bisa jemput”. Jawabku.
“kalo memang gak ada yang jemput biar saya yang antar?”
“gak usah Pak, nanti saya naik kendaraan umum saja” jawabku soal tawaran dari Bapak tersebut.

“Ra, bisa jemput aku gak dipanti asuhan? Sudah malam takutnya gak ada kendaraan umum lagi”. Kataku didalam kotak chat Line kepada Fira, 20.09 WIB.
Semoga dia cepat membalas, fikirku.

Setelah hampir 20 menit aku menunggu balasan dan mencoba berkali-kali menelfonnya, Fira tak kunjung memberi jawaban. Jadi kuputuskan untuk pulang dengan kendaraan umum malam ini. Sudah malam sih, tapi yasudah deh, semoga semuanya baik-baik saja.
Bismillah..

FIRA

“yeeeaaaaaahhhh!!!!!” teriak ku mengekspresikan keseruanku yang seharian ini asik bersenang-senang dengan teman-teman terbaik ku.
“pecaaahhh bangett!!!! Thankyou ya guysss!!”
“iya Ra, sama-sama,kita pulang ya?” kata Alissa sambil menutup pintu mobil setelah aku turun.
“iya hati-hati ya semuanya!” kata ku.
“iya Ra!”
“selamat ulang ya Ra”
“happy birthday Ra!!”
Kata mereka bergantian dari balik kaca mobil, setelah melambai-lambaikan tangan kearah mereka yang semakin jauh pergi, aku melangkah masuk kedalam rumah.

“Firzaaaa???bukain dong pintunyaaa.. Firzaaaa????” kataku sambil berkali-kali mengetuk pintu rumah.
“kemana sih, diketuk dari tadi gak jawab-jawab!”.
Kataku sambil mengambil handphone di tas untuk mencoba menghubungi Firza lewat Line.
Aku buka kotak chat darinya, dan melihat beberapa pesan darinya yang berkali-kali mencoba menghubungiku hari ini, yang sengaja aku biarkan karena aku sedang kesal.

“Ra, aku mau ke panti asuhan, kalo mau kesana kabari aku ya, nanti aku share locationnya” 13.09 WIB
“Ra, aku sudah dipanti asuhan Al-Amin” 14.10 WIB
“shared location” 14.12 WIB
“Ra, kamu dimana? Bisa jemput aku gak?” 18.30 WIB
Call Received 19.30 WIB
“Ra, bisa jemput aku gak dipanti asuhan? Sudah malam takutnya gak ada kendaraan umum lagi” 20.09 WIB
“Ra????” 20.30 WIB
“aku pulang naik kendaraan umum aja, gak usah jemput yaaa” 20.35 WIB

Kemudian aku lihat jam sekarang ini. sekarang sudah pukul 23.30 WIB.
Udah dari jam setengah sembilan, tapi sampai sekarang kok belum sampai rumah ya si Firza?

Tiba-tiba perasaanku gak enak, segera telfon teman-temanku untuk kembali kerumahku.
“halo? Ri? Balik lagi dong, temenin nyari Firza, sampe jam segini dia belum pulang-pulang”.
Ari langsung meng-iya-kan. Lalu aku coba menelfon firza, tapi tak ada jawaban.

Suara klakson mobil Ari sudah terdengar di depan, aku segera bergegas untuk menjemput Firza dipanti asuhan yang dia datangi siang tadi.
“ini nih locationnya, langsung kesini Ri!” kataku sambil menunjukkan lokasi yang dikirim Firza.

Sesampainya disana, suasana sudah sepi, lalu ada seorang lelaki paruh baya yang menghampiri kami.
“selamat malam Mbak?”
“iya selamat malam Pak, Pak boleh tanya, bener gak tadi ada anak seumuran saya, berhijab yang datang kesini?”
“neng Firza?”
“iya pak, Firza namanya”
“wah, mbak harus cepet-cepet nih nyusul Firza mbak, soalnya kondisinya tadi gawat sekali”.
Aku langsung terkejut, jantungku rasanya mau copot begitu mendengar bapak itu merubah nada bicaranya menjadi nada panik.
“gawat gimana Pak?!” tanyaku ikutan panik.
“sudah, Mbak langsung berangkat saja, dia tadi diantar kerumah sakit ini” kata Bapak itu sambil menunjukan kartu nama sebuah rumah sakit.
“ baik Pak, terimakasih, saya segera kesana”. Jawabku singkat.

“Firza mana Ra?” tanya Alissa ketika aku memasuki mobil.
“dirumah sakit”.
“dirumah sakiitt?!!” jawab mereka bersamaan.
“iya, makanya cepetan Ri kita harus segera kesana, nih alamatnya”.
“iya iya, Ra”. Jawab Ari.





Sesampainya dirumah sakit aku langsung bergegas ke bagian resepsionist. Menanyakan pasien atas nama Firza, Firza sazwana.
Suster langsung mengarahkanku keruang UGD.

Langkah gemetarku kupaksakan untuk tetap kuat berjalan bersama suster yang mengantarkanku ke kamar tempat Firza dirawat.

Aku sampai dikamar tersebut, dan langsung segera mencari Firza.
Jantungku seperti copot rasanya, begitu mendapatkan berita ternyata, Firza baru saja menghembuskan nafas terakhirnya karena malam ini ia menjadi korban tabrak lari sebuah mobil saat hendak pulang sendiri.
Nyawanya sudah tak tertolong lagi karena pendarahan yang cukup parah.

Melihat keadaan saudari kembarku, aku tak kuasa menahan tangis. Aku menyesal karena tak menghiraukan pesan darinya. Dan sekarang aku tak tahu harus berbuat apa. Teman-temanku memeluk dari belakang, menahanku yang lemas supaya tidak terjatuh.
Penyesalan ini benar-benar memenuhi hati dan fikiranku saat ini.



Dan disinilah aku, memandang taburan bintang malam ini, menyeruput teh hijau kesukaanku. Sudah 14 hari setelah Firza dikebumikan, dan aku masih berkabung karenanya.
Bulan ramadhan tahun ini jadi bulan berkabung buatku.
Meskipun rumahku selalu ramai karena teman-teman dan kedua orangtuaku selalu datang berkunjung, aku tetap merasakan kesepian. Ya, aku merindukannya.
Apalagi dengan adanya kado ini.
Kado yang ada disebelahku ini, adalah pemberian dari Fira dihari ulang tahunku kemarin.
Sebuah alqur’an terjemahan berwarna pelangi dan hiasan-hiasan cantik ini (yang aku tahu bahwa itu adalah hasil karyanya sendiri) yang sering kali membuat air mataku tak terbendung lagi setiap melihatnya.
Didalamnya terselip sebuah foto kami berdua yang terlihat bahagia.
Terselip di surat Al-ahzab : 59, yang berisikan tentang perintah untuk berhijab.


Dibalik foto tersebut, terdapat kata-kata darinya:

Fira.
Maaf karena hari ini aku membuatmu kesal karena sikapku.
Aku ingin sekali rasanya pergi bersamamu siang ini, tapi...
Kado ini belum selesai, jadi aku harus menyelesaikannya dulu sebelum menyerahkannya padamu.

Maafkan aku, atas segala kesalahanku.
Aku menyayangimu.
Dan akan selalu menyayangimu,
menjadi kembaranmu, dan terus bersamamu J

ps: segera berhijab ya!

sambil menangis aku hanya bisa menyesali perbuatanku.Aku lupa bagaimana Firza yang selalu bisa mengejutkanku.

Firza, maafkan aku. Aku tidak bisa menjadi saudara yang baik untukmu.
Air mata ini terus menetes, aku tidak tahu bagaimana caraku meminta maaf padamu Firza.
“Tuhan, tak bisakah Kau berikan aku kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengannya?” Kataku dalam lirih.

Hawa dingin semakin menusuk kulitku, membuatku memutuskan untuk segera masuk ke kamar dan meneruskan penyesalanku disana.

Akhir-akhir ini aku tidur dikamarnya, berharap dia datang menjengukku agar aku bisa menyampaikan permintaan maaf.
Ku taruh kado pemberian dari Firza diatas meja belajar. Dan melihat hijab-hijab Firza yang tersusun rapih di lemari sebelahnya.

Aku mengambil hijab yang pertama kali ia pakai, kain putih itu kubalutkan kepadaku.
Aku mencoba memakainya, lalu bercermin.
Saat aku bercermin, aku seolah melihatnya yang sedang bercermin.
Aku kembali menangis, aku seolah bertemu lagi dengan Firza malam ini.




“Firza, apa kabarmu? Mengapa kau menangis?
Jangan menangis Firza, maafkan aku yang selama ini tak pernah mau menerima ajakanmu untuk berhijab, maafkan aku karena sudah tidak mau memenuhi janji kita untuk selalu kompak satu sama lain.
Maafkan aku Firza?
Maafkan aku..”

Tangisku benar-benar tak terbendung, aku menangis sejadi-jadinya malam itu.
Aku mendekatkan diri ke cermin, dan seakan melihat Firza yang sedang tersenyum sambil menahan tangis.
Aku berusaha menghapus airmatanya dicermin.
“jangan menangis Firza..” kataku sambil mencoba tersenyum.




Kini, aku siap untuk berhijab, kesedihan dalam diriku sudah siap untuk aku kubur dalam-dalam. Karena aku tahu, dengan berhijab aku akan selalu dekat dengan Firza.
Aku selalu dapat melihatmu jika aku sedang berhijab. Aku akan lebih sering membaca al’quran, mengikuti kegiatan social dan menyebarkan banyak hal positif kepada teman-temanku.

Aku pun mulai tertarik untuk memberikan berbagai jenis tutorial berhijab dengan menggunakan app ailis. Karena memang aku merasa senang ketika disibukkan dengan hal yang aku rasa membuatku semakin dekat denganmu.

Terimakasih Firza, karenamu aku sudah berubah menjadi semakin baik.
Dalam do’a, aku akan selalu berharap yang terbaik bagimu.
Berbahagialah disana, aku disini baik-baik saja J