Langit Bandar Lampung malam ini tampak bertabur bintang, dingin yang tak
kunjung mereda menusuk setiap bagian dari kulit menandakan memang sekarang
sudah larut malam. bukan saat yang tepat untuk menyendiri, menatap langit dan
meratapi sesuatu yang sudah lewat.
Akhir-akhir ini, di balkon ini, Fira selalu
memandangi langit, menyeruput teh hijau kesukaannya untuk mengusir dingin yang
seringkali ia rasakan. Menyelimuti dirinya, memutar sebuah lagu yang sedih
kedengarannya, dan menyeka airmata yang selalu turun tak tertahankan.
Hanya agar bisa kembali membuat kenangan itu
terlintas dikepalanya.
Kenangan yang belum lama ini beranjak dari
hidupnya.
FIRA
“Firzaa!!! Cepetan dong, nanti kita
terlambat. Kalo mereka udah pada seru
coret-coretan kita pasti dilupain! Nanti mereka asik sendiri!
Aku maunya seluruh bajuku ini penuh sama tanda
tangan semua anak disekolah, jadi kita harus segera berangkat!”
Celotehku pagi ini yang memang dengan lantang aku
lontarkan untuk Firza, saudari kembarku yang pagi ini terasa sedikit berbeda
karena tidak memperbolehkanku memasuki kamarnya. Sedikit berbeda karena
biasanya dia yang meneriaki untuk segera bergegas setelah lama menungguku
selesai berdandan, sedikit mencurigakan.
Segera ku kuncit rambut kesayanganku dan mengetuk
pintu kamar Firza yang sejak tadi tidak menjawab teriakanku yang sudah tidak
sabar ingin pergi sekolah karena ini hari kelulusan kami.
Aku ketuk pintu kamar Firza beberapa kali, “Firzaaaa..
cepetan doonnggg. Udah jam berapa ini?”
Tak ada jawaban.
“Firzaaaaa.. cepeta..” tiba-tiba teriakanku
terpotong saat Firza perlahan membuka pintu kamarnya.
Firza terlihat sedikit malu-malu. Aku memiringkan
wajahku dan benar-benar tak tahu harus berkata apa saat melihat Firza pagi ini.
“kamu pake hijab?” tanyaku yang terheran-heran
karena ini pertama kalinya melihat Firza menutupi kepalanya dengan balutan kain
berwarna putih.
Firza kulihat menganggukan kepalanya.
“hahahahahaha, sejak kapan kamu berniat pake
hijab?”
Belum sempat Firza menjawab, aku segera
memotongnya “eits, nanti aja ceritanya. Sekarang kita udah terlambat! Kamu sih
lama banget dandannya. Yuk berangkat!”
Ini adalah hari kelulusan kami. Setelah tiga tahun
bersama-sama saling memotivasi agar bisa lulus dengan nilai yang baik, sekarang
nilai itu kami dapatkan.
Yah, meskipun aku jadi peringkat dua disekolah
karena aku tak mungkin bisa mengalahkan Firza yang otaknya cerdas luar biasa.
Aku selalu menganggap kepintaranku diambil
sebagian olehnya ketika didalam kandungan, tapi dia tak pernah mau mengakui hal
itu.
Kami selalu bepergian bersama-sama setiap harinya.
Entah mengapa aku merasa Firza bukan hanya seperti kembaranku, tapi dia juga
sahabat yang benar-benar selalu bisa membuatku tidak merasa kesepian menjalani
hidup ini.
Tapi aku benar-benar kaget melihatnya pagi ini, dia
tak pernah bercerita bahwa ia ingin berhijab. Aku sedikit tidak terbiasa dengan
penampilan barunya pagi ini, aku tak bisa lagi menjahili rambutnya seperti
biasa.
Ada sedikit perasaan kesal karena dia
merahasiakan hal ini padaku, tapi setelah melihat senyumnya barusan, aku pikir
semuanya baik-baik saja.
FIRZA
“gerah”. Hal yang pertama kali aku rasakan ketika
hijab ini menutupi ujung rambut hingga sebagian tubuhku. Tapi lama-kelamaan aku
pasti akan terbiasa. Sangat lucu ketika aku melihat Fira terheran-heran
melihatku memakai hijab ini. Aku memang sengaja tidak memberitahunya tentang
niatku ini menutup auratku, dan hari ini kupilih jadi hari pertamaku menutup
auratku agar dihari terakhirku di SMA, teman-temanku tahu bahwa aku sekarang
berhijab.
Semoga pilihanku tidak salah.
FIRA
“kenapa kamu gak bilang kalo mau pake hijab?
Katanya gak mau ada rahasia diantara kita”. Tanyaku mengisi kekosongan dalam
perjalanan ke sekolah.
“ hahaha, iya Ra, aku sengaja gak mau ngasih tahu
kamu, karena sebenarnya aku belum terlalu yakin untuk menentukan tanggal kapan
pertama kali aku mulai memakai hijab. Entah kenapa, tadi pagi aku jadi yakin
untuk mulai memakai hijab, ya sudah aku pakai aja”. Jawab Firza dengan nada
cerianya.
“tapi kan
harusnya bilang kalo ada rencana taubat gini” kataku sambil menunjukan
kekesalan.
“hahaha iya, iya, maaf. Berikutnya gak ada rahasia-rahasiaan
lagi kok!”. Jawab Firza sambil merangkulku.
Lalu tiba-tiba Firza berdiri di depanku, menutup
langkahku yang sedikit lagi sampai di gerbang sekolah.
“Ra, selain gak boleh ada rahasia diantara kita,
apalagi janji kita?” tanya Firza secara tiba-tiba kepadaku.
“hah? Hmm, Selain gak boleh ada rahasiaaa.. kita
harusss… kompak ya?” jawabku terbata-bata karena merasa ada sesuatu yang tidak
enak.
Firza terlihat memainkan alisnya kepadaku.
Kemudian ia mengangguk.
Aku merasa ada yang tidak beres. “maksud kamu,
supaya kita kompak, aku harus pake hijab juga?” tanyaku untuk memastikan
pemikiranku.
Firza kembali mengangguk dengan senyum lebarnya.
Lalu ia berkata “ mau ya?”.
Aku tersenyum lirih dan perlahan mundur
menghindarinya, kemudian aku mengambil langkah seribu untuk segera pergi
meninggalkannya.
“gaaaaakkkk maaaauuuuu!!!!! Aku belum siap pake
hijaaaabb!!!”
“Fira!! Katanya mau kompaaakk! Harus mau dong!!!”
saut Firza yang terdengar seperti ikut berlari mengejarku dari belakang.
FIRZA
Hahahaha, dasar Fira, aku sudah tau dia pasti akan
begini. Lari menghindariku seperti anak kecil yang ketakutan ketika ditawari
permen oleh orang asing. Mana mungkin semudah itu dia mau menyembunyikan rambut
indahnya yang selalu ia pamerkan kepadaku.
Hari ini kami berdua berbagi momen bahagia kami
soal kelulusan, kami memang cocok, karena kami punya banyak kesamaan. Mungkin
karena memang pada dasarnya, kami kembar.
Selfie adalah salah satu kegemaran kami.
“Za, foto nya kirim lewat line dong! Mau share di
timeline” adalah hal wajib yang akan selalu aku dengar setiap kami selesai
bergaya di depan kamera handphoneku.
Hari yang sangat membahagiakan buatku. Melihat Fira
bahagia dengan kehidupannya, yang juga kehidupanku.
Sungguh hari yang baik bagiku untuk dengan senang
hati meninggalkan ini semua. Ya, kini aku ingin lebih mendekatkan diriku kepada
Sang Illahi.
Hijabku hari ini adalah awal pendekatanku dengan-Nya.
Fira, semoga, kamu bisa mengikuti langkahku
mendekatkan diri kepada Tuhan ya.
Ucapku dalam hati.
…..
FIRA
“Sebaiknya memang harus ku singkirkan”. Baju
seragam sekolah yang aku pakai ketika hari kelulusan setahun yang lalu ini ku
gantung di dinding kamarku. Tepat segaris lurus dengan posisi tempat tidurku.
Awalnya aku fikir, akan menyenangkan jika setiap kali aku terbangun dan membuka
mata, baju yang penuh dengan kenangan indah ini menjadi benda pertama yang aku
lihat sebelum aku memulai hari-hariku. Tapi sekarang aku fikir, lebih baik
disingkirkan.
Semenjak hari itu, Firza berubah. Aku sudah tak
bisa lagi merasakan tawa ‘ngakak’nya yang selalu bisa membuatku ikut tertawa.
Aku sudah tak bisa lagi sakit perut karena terpingkal-pingkal setiap kali aku
melihat Firza membodohi pria-pria yang kelihatannya menyukainya.
Setiap hari, aku masih sering keluyuran dengan
teman-teman, tapi sekarang, tanpa Firza. Meskipun kami kembali masuk di
universitas yang sama, sepertinya masa-masa indah seperti dulu tidak akan bisa
terulang lagi.
Firza sudah berubah, dia jadi sering mengurung
diri dikamar, jarang mau diajak bepergian jika bukan untuk hal yang penting.
Dan sifatnya sudah tidak seheboh dulu.
“Za, aku pergi dulu yaaa” ucapku berpamitan denga
Firza yang seperti biasa sedang mengurung diri dikamar. Tak ada jawaban darinya
selain sayup-sayup bunyi ayat al-quran yang dia lantunkan.
“oh, sedang mengaji”. Ucapku dalam hati.
Hari ini aku hendak menonton sebuah konser di Gelanggang
Sumpah Pemuda. Teman-temanku sudah menunggu disana. Ingin rasanya aku mengajak
Firza, tapi pasti ditolaknya. Sekarang dia lebih senang mendengarkan ceramah
atau bergabung dengan ibu-ibu pengajian daripada harus ikut aku dan teman-teman
bersenda gurau sambil menonton konser seperti ini.
“iket rambut, dompet, handphone, alat make up, yak
semuanya lengkap!” aku pun bergegas menuju lokasi konser hari ini.
Belum lama aku meninggalkan rumah, entah kenapa
aku ingin kembali kerumah untuk mengajak Firza ikut menonton konser. Aku tahu,
dari dulu Firza sangat menyukai grup band ini.
Alasan yang aku fikir cukup kuat untuk membalikkan
langkahku kembali persis kedepan kamar Firza.
Aku mengetuk kamarnya “Firzaaa.. Zaaaa..”
Tak ada jawaban. Tapi tak ku dengar lagi suara
mengaji dari kamar Firza. Tak lama kemudian dia membukakan pintu kamarnya.
“ada apa Ra?” tanya nya padaku.
“sini deh”. Aku menariknya keruang tengah,
menuntunnya untuk duduk disebelahku. Lalu aku tunjukan tiket konserku padanya.
“Nih band kesukaan kamu manggung hari ini disini.
Ikut yuk? nanti aku beliin tiket buat kamu.” Ucapku berharap Firza mau ikut
menonton konser denganku.
Firza diam sejenak, kemudian mengembalikan tiket
yang aku perlihatkan padanya. “maaf Fira, tapi aku dirumah aja deh, mau nerusin
ngaji tadi lagi tanggung sedikit lagi.”
Mendengar jawaban itu, aku langsung geram, aku segera pergi. Meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Mendengar jawaban itu, aku langsung geram, aku segera pergi. Meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“hati-hati Fira!!”
Dia tetap mengingatkan aku untuk berhati-hati
dijalan, tapi aku tidak berminat untuk menjawabnya, aku terus meneruskan
langkahku tanpa menggubris omongannya.
FIRZA
“maafkan aku Fira”.
…
FIRA
Tak ku sangka, dia sudah benar-benar berubah! Jika
dulu aku mengajaknya menonton konser seperti ini, dia pasti mau menerima
ajakanku!
Jangankan band ini, bahkan kalau memang ada acara
musik dangdut yang bukan jadi genre musik kesukaan kami, kami akan tetap datang
untuk merasakan keseruan suasana diacara itu!
Emangnya kenapa sih dia gak mau nonton konser
lagi? Memangnya nonton konser itu haram? Gak boleh?. Dasar anak aneh!
Umpatku dalam hati setelah kesal dengan sikap Firza
yang menolak ajakanku untuk menonton konser ini.
“Ra, dimana? Kita udah pada nungguin nih”
tiba-tiba ada line yang aku terima dari Alissa, temanku yang pasti semakin lama
menunggu karena aku memilih kembali kerumah hanya untuk mengajak saudari
kembarku untuk ikut pergi menonton juga. Sambil menyegerakan langkahku mencari
angkutan kota,
aku balas line dari Alissa dengan sticker yang menggambarkan bahwa aku sudah
dalam perjalanan.
Kira-kira setengah jam, akhirnya aku sampai dilokasi
mereka.
“naaahh ini dia si anak lelet. Kemana aja bu? Gak
kasian tuh sama Ari sampe jelek gitu mukanya karena nungguin lu” kata Alissa.
“sialan lu, eh Fira.. sini Ra ada bangku kosong
kok udah aku siapin buat kamu” jawab Ari sambil menyambutku.
Tanpa pikir panjang aku langsung duduk
disebelahnya “maaf, tadi aku balik lagi kerumah ngajak Firza buat ikutan nonton
bareng kita”.
“lah terus, Firzanya mana?” tanya Alissa.
“Firza yang ku kenal dulu sudah mati”.
Mendengar jawabanku itu, mereka diam. Mungkin
mereka sadar ini bukan saat yang tepat untuk melanjutkan pembicaraan.
“yaudah yuk masuk? Nanti kalo kelamaan kita desek-desekan
di pintu masuk” potong Ari untuk mengakhiri pembicaraan ini.
Dan sekarang disinilah aku, menonton konser band
kesukaan kami berdua tanpa sepenuhnya bisa menikmati suguhan lagu-lagu indah
dari mereka.
Aku masih kesal, walaupun ari sejak tadi berusaha
menghiburku, berusaha membuatku tertawa, aku masih belum bisa melupakan
penolakan Firza tadi.
Mungkin memang kami sudah tidak sejalan lagi.
….
FIRZA
Sejak hari itu, kami berdua sudah jarang bersama
lagi, Fira seringkali meninggalkanku dirumah karena ia pergi bersenang-senang
dengan teman-temannya. Aku sering
menolak ajakannya untuk pergi, karena aku lebih memilih untuk tinggal dirumah
untuk mendekatkan diri dengan-Nya.
Fira tidak bisa menerima pilihanku, ia merasa aku
yang dulu sudah mati, aku bukan lagi saudari kembarnya yang selalu bisa membuat
harinya menyenangkan.
Aku memang sudah berubah, aku ingin menjadi
seseorang yang lebih baik dari ini, harus dengan cara apa aku katakan padamu
agar kamu mengerti Fira?
Setiap kali Fira melihatku sedang mengaji, aku
berhenti sejenak dan mengajaknya untuk ikut mengaji bersamaku. Tapi, Fira hanya
akan berlalu pergi begitu saja, atau akan membentakku, mematahkan ajakanku yang
dia fikir terlalu berlebihan.
Sekarang, dia kelihatannya tidak lagi menyukaiku,
perbedaan diantara kami ini akhirnya membuat sedikit jarak diantara kami
berdua.
Tak terasa, alquran yang sejak tadi kupegang basah
oleh tetes air mata yg kini mengalir membasahi pipi.
Fira, aku harap, suatu saat nanti kamu akan
mengerti.
…
FIRA
Sudah 3 bulan sejak konser band kesukaanku. Dan
beberapa hari lagi bulan suci Ramadhan akan tiba. Hari ini kami berdua berulang
tahun. Setahun yang lalu adalah perayaan ulang tahun yang paling aku suka,
bagaimana Firza tiba-tiba mengetuk kamarku tepat pukul 12 malam sambil membawa
kue, dan kami meniup lilin diatasnya bersama-sama. Kemudian disiang harinya,
kami merayakan hari itu bersama teman-teman kami di sebuah café, asik saling
tertawa, penuh balon dan bunga yang aku suka, dan diakhiri dengan bermain
kembang api.
Keseruan itu rasanya ingin aku ulangi lagi tahun
ini,tapi apa mungkin?
Lihat bagaimana sekarang kami sudah tak sejalan.
Aku sangat benci dengan gayanya sekarang, dia sudah benar-benar berubah, bukan
lagi Firza yang aku kenal.
Sekarang sudah pukul tujuh pagi, aku terbangun
tanpa ada satupun hal yang spesial diulang tahunku hari ini. Tapi yasudahlah,
mau bagaimana lagi.
Aku berjalan kedapur, minum segelas air putih
mungkin akan menjernihkan fikiranku. Aku rasakan tiap tegukan air putih yang
kuminum pagi ini.
Duar! Duar!
“aaaaa!!!!!!!!!!!” reflek aku teriak karena
terkejut, air yang ku minum barusan tumpah membasahi pakaianku.
“happy birthdaaaaayyy!!!!” teriak Alissa, dan Ari
yang diakhiri dengan tertawa terbahak-bahak melihat ekspresiku yg
terkaget-kaget mendengar suara petasan yang mereka hidupkan.
Aku menangis, karena terkejut, dan karena bahagia
teman-temanku ini masih ingat dengan ulang tahunku. Aku tiup lilin diatas kue
yang mereka bawa sambil mendengarkan lantunan lagu selamat ulang tahun yang
mereka nyanyikan.
Tapi…
“Dimana Firza?” tanyaku pada Alissa.
“ada tuh dikamarnya, dia gak ngucapin happy
birthday ke lo? Kok sekarang tingkahnya agak aneh ya?”
“iya, kayak gak ada yang spesial gitu hari ini,
dia biasa aja pas kita izin mau ngasih sureprise ke lu tadi. Dia gak mau
ikut-ikutan ngasih sureprise lagi”. Tambah Ari menyampaikan kekesalannya.
“iyaaa, si Firza emang gitu sekarang orangnyaaa,
berubah drastis. Gak ada mirip-miripnya sama dulu lagi. Dia kayak bisa hidup
sendiri aja tuh sekarang, gak perlu bantuan orang lain lagi kali”. Jawabku
dengan volume agak keras dengan maksud menyindir Firza yang tetap saja
mengurung diri dikamarnya.
“yaudah, daripada ngebahas orang kayak gitu, yuk
gua traktir makaan?!”
“aasssseeeeeekkkk!!!!!” jawab teman-temanku
bersemangat.
FIRZA
“Kalian mau kemana?” tanyaku kepada Fira, dan
teman-temannya yang kelihatan hendak pergi.
Teman-temannya diam, seakan menunggu Fira yang
menjawab.
“mau traktir mereka, mereka baru ngasih sureprise
ke aku, jadi sekarang aku mau ngajak mereka makan dulu”. Jawab Fira.
“kenapa? Mau ikut?” tambahnya.
“Daripada kita ngabisin uang untuk foya-foya,
lebih baik kita bersyukur atas nikmat yang kita dapatkan ini, hari ini
aku ingin mengunjungi yayasan anak yatim piatu, kamu ikut denganku ya Ra?”
Fira melengos pergi.
Tak menjawab ucapanku barusan.
Disusul dengan
teman-temannya yang kelihatan bingung untuk menanggapi situasi ini.
“ki.. kita. Du.. duluan
ya Za” kata Alissa menyusul yang lain.
Firaaa.. kenapa sih
kamu gak mau kasih aku kesempatan?
FIRA
“Ngeselin kan? kenapa coba dia harus ngomong kayak
gitu? kita kan
mau seneng-seneng, namanya juga lagi ulang tahun! Masa gak boleh
seneng-seneng”.
“beda banget ya sama
firza yang dulu.” Alissa menyanggah omonganku.
“nah! iya! dia tuh udah
beda banget. Jadi makin ngeselin sekarang!”
“yaudah jangan
marah-marah Ra, kan
maksudnya si Firza baik”. Kata Ari.
“kok kamu jadi belain
dia Ri?” kataku kesal.
“ya bukannya belain,
tapi supaya kamu bisa maafin dia, maksud dia baik, Cuma mungkin cara dia
nyampein ke kamunya yang kurang bisa kamu terima. Maafin lah Ra, kita kan ngerti maksudnya
baik”.
“gak! Aku gak mau maafin
dia, kesel bener lohhhh Riiiii..” kataku sambil menyubit lengan Ari yang memang
duduk disebelahku didalam mobil itu.
“aduhh duhh duhh sakit
Ra”, kata Ari sambil mengelus-elus lengannya.
“dah, aku mau
seneng-seneng hari ini. Kalian semua harus bikin aku ketawa-ketawa ya! Kalian harus bikin aku lupa sama kejadian
barusan! Titik!” kata ku sambil bergantian menunjuk teman-temanku.
“siaaappp bosss!!!”
jawab mereka kompak.
“let’s go!” lanjut Ari
sambil mengeraskan volume tape nya jadi sedikit lebih keras.
FIRZA
Mungkin aku tadi salah
ngomong ya?
Ah, nanti aku minta
maaf deh, mungkin aku yang kelewatan, pikirku dalam hati.
Aku mengambil handphoneku,
berniat untuk menghubungi Fira, lalu aku buka aplikasi line dan memberitahunya
bahwa aku akan ke panti asuhan siang ini.
“Ra, aku mau ke panti
asuhan, kalo mau kesana kabari aku ya, nanti aku share locationnya”. Tulisku
dalam kotak chat Line ini.
FIRA
“Liat nih Firza chat di
line dan tetap nyuruh aku ikut sama dia ke panti asuhan, ngeselin banget deh!”
kataku sambil menunjukan kotak chat Line ku dengan Firza.
“mana? Mana? Coba
lihat?” kata Alissa penasaran.
“nih lihat aja sendiri,
makin kesel banget jadinyaa!” kataku sambil kembali menyubit Ari yang ada
disebelahku.
“aaaaaaaaaaaaawwwwww”
teriak Ari kesakitan.
“yaudah bales gih Ra?
Bilang aja kamu gak bisa nyusul?” lanjut Ari menjawab kekesalanku.
“gak deh, gak usah
dibalas, biar dia tahu kalo aku beneran kesal sama dia.”
Aku memang benar-benar
kesal dengannya, bagaimana bisa dia tetap menyuruhku ke panti asuhan, sedangkan
ini hari ulang tahunku, aku ingin bahagia bersama teman-temanku.
Ah sudah deh, lupakan
saja, aku mau bersenang-senang dulu.
“naaahh! Udah deket nih
sama café kesukaan kita!” kata Alissa.
“aseeekkk makan
enaakkk!!” tambah Ari.
Dan ditutup dengan
sorak keseruan kami semua yang sudah lapar sejak tadi.
Untung aku masih punya
mereka, kalau tidak, hari ulang tahunku pasti gak akan se-seru ini. Mereka
benar-benar sahabat yang bisa membahagiakanku hari ini. aku senang sekali
memiliki mereka.
FIRZA
Fira tak kunjung
membalas pesanku, jadi kuputuskan untuk berangkat ke panti asuhan sendirian
siang ini. Senang rasanya berbagi dengan seluruh anak di panti asuhan hari ini.
Dan sekarang sudah waktunya aku kembali pulang.
“udah jam 8 malam, aku
pulang naik apa ya?” tanyaku dalam hati.
“nunggu jemputan ya Mbak?”
Tanya Bapak pemilik panti asuhan yang aku datangi hari ini.
“iya Pak, ini saya lagi
coba menghubungi kembaran saya, semoga dia bisa jemput”. Jawabku.
“kalo memang gak ada
yang jemput biar saya yang antar?”
“gak usah Pak, nanti
saya naik kendaraan umum saja” jawabku soal tawaran dari Bapak tersebut.
“Ra, bisa jemput aku
gak dipanti asuhan? Sudah malam takutnya gak ada kendaraan umum lagi”. Kataku
didalam kotak chat Line kepada Fira, 20.09 WIB.
Semoga dia cepat
membalas, fikirku.
Setelah hampir 20 menit
aku menunggu balasan dan mencoba berkali-kali menelfonnya, Fira tak kunjung
memberi jawaban. Jadi kuputuskan untuk pulang dengan kendaraan umum malam ini.
Sudah malam sih, tapi yasudah deh, semoga semuanya baik-baik saja.
Bismillah..
FIRA
“yeeeaaaaaahhhh!!!!!”
teriak ku mengekspresikan keseruanku yang seharian ini asik bersenang-senang
dengan teman-teman terbaik ku.
“pecaaahhh bangett!!!!
Thankyou ya guysss!!”
“iya Ra, sama-sama,kita
pulang ya?” kata Alissa sambil menutup pintu mobil setelah aku turun.
“iya hati-hati ya
semuanya!” kata ku.
“iya Ra!”
“selamat ulang ya Ra”
“happy birthday Ra!!”
Kata mereka bergantian
dari balik kaca mobil, setelah melambai-lambaikan tangan kearah mereka yang
semakin jauh pergi, aku melangkah masuk kedalam rumah.
“Firzaaaa???bukain dong
pintunyaaa.. Firzaaaa????” kataku sambil berkali-kali mengetuk pintu rumah.
“kemana sih, diketuk
dari tadi gak jawab-jawab!”.
Kataku sambil mengambil
handphone di tas untuk mencoba menghubungi Firza lewat Line.
Aku buka kotak chat
darinya, dan melihat beberapa pesan darinya yang berkali-kali mencoba menghubungiku
hari ini, yang sengaja aku biarkan karena aku sedang kesal.
“Ra, aku mau ke panti
asuhan, kalo mau kesana kabari aku ya, nanti aku share locationnya” 13.09 WIB
“Ra, aku sudah dipanti
asuhan Al-Amin” 14.10 WIB
“shared location” 14.12
WIB
“Ra, kamu dimana? Bisa
jemput aku gak?” 18.30 WIB
Call Received 19.30 WIB
“Ra, bisa jemput aku
gak dipanti asuhan? Sudah malam takutnya gak ada kendaraan umum lagi” 20.09 WIB
“Ra????” 20.30 WIB
“aku pulang naik
kendaraan umum aja, gak usah jemput yaaa” 20.35 WIB
Kemudian aku lihat jam
sekarang ini. sekarang sudah pukul 23.30 WIB.
Udah dari jam setengah
sembilan, tapi sampai sekarang kok belum sampai rumah ya si Firza?
Tiba-tiba perasaanku
gak enak, segera telfon teman-temanku untuk kembali kerumahku.
“halo? Ri? Balik lagi
dong, temenin nyari Firza, sampe jam segini dia belum pulang-pulang”.
Ari langsung
meng-iya-kan. Lalu aku coba menelfon firza, tapi tak ada jawaban.
Suara klakson mobil Ari
sudah terdengar di depan, aku segera bergegas untuk menjemput Firza dipanti
asuhan yang dia datangi siang tadi.
“ini nih locationnya,
langsung kesini Ri!” kataku sambil menunjukkan lokasi yang dikirim Firza.
Sesampainya disana,
suasana sudah sepi, lalu ada seorang lelaki paruh baya yang menghampiri kami.
“selamat malam Mbak?”
“iya selamat malam Pak,
Pak boleh tanya, bener gak tadi ada anak seumuran saya, berhijab yang datang
kesini?”
“neng Firza?”
“iya pak, Firza
namanya”
“wah, mbak harus
cepet-cepet nih nyusul Firza mbak, soalnya kondisinya tadi gawat sekali”.
Aku langsung terkejut,
jantungku rasanya mau copot begitu mendengar bapak itu merubah nada bicaranya
menjadi nada panik.
“gawat gimana Pak?!”
tanyaku ikutan panik.
“sudah, Mbak langsung
berangkat saja, dia tadi diantar kerumah sakit ini” kata Bapak itu sambil
menunjukan kartu nama sebuah rumah sakit.
“ baik Pak,
terimakasih, saya segera kesana”. Jawabku singkat.
“Firza mana Ra?” tanya
Alissa ketika aku memasuki mobil.
“dirumah sakit”.
“dirumah sakiitt?!!”
jawab mereka bersamaan.
“iya, makanya cepetan Ri
kita harus segera kesana, nih alamatnya”.
“iya iya, Ra”. Jawab Ari.
…
Sesampainya dirumah
sakit aku langsung bergegas ke bagian resepsionist. Menanyakan pasien atas nama
Firza, Firza sazwana.
Suster langsung
mengarahkanku keruang UGD.
Langkah gemetarku
kupaksakan untuk tetap kuat berjalan bersama suster yang mengantarkanku ke
kamar tempat Firza dirawat.
Aku sampai dikamar
tersebut, dan langsung segera mencari Firza.
Jantungku seperti copot
rasanya, begitu mendapatkan berita ternyata, Firza baru saja menghembuskan
nafas terakhirnya karena malam ini ia menjadi korban tabrak lari sebuah mobil
saat hendak pulang sendiri.
Nyawanya sudah tak
tertolong lagi karena pendarahan yang cukup parah.
Melihat keadaan saudari
kembarku, aku tak kuasa menahan tangis. Aku menyesal karena tak menghiraukan
pesan darinya. Dan sekarang aku tak tahu harus berbuat apa. Teman-temanku
memeluk dari belakang, menahanku yang lemas supaya tidak terjatuh.
Penyesalan ini
benar-benar memenuhi hati dan fikiranku saat ini.
…
Dan disinilah aku,
memandang taburan bintang malam ini, menyeruput teh hijau kesukaanku. Sudah 14
hari setelah Firza dikebumikan, dan aku masih berkabung karenanya.
Bulan ramadhan tahun
ini jadi bulan berkabung buatku.
Meskipun rumahku selalu
ramai karena teman-teman dan kedua orangtuaku selalu datang berkunjung, aku
tetap merasakan kesepian. Ya, aku merindukannya.
Apalagi dengan adanya
kado ini.
Kado yang ada disebelahku
ini, adalah pemberian dari Fira dihari ulang tahunku kemarin.
Sebuah alqur’an
terjemahan berwarna pelangi dan hiasan-hiasan cantik ini (yang aku tahu bahwa
itu adalah hasil karyanya sendiri) yang sering kali membuat air mataku tak
terbendung lagi setiap melihatnya.
Didalamnya terselip
sebuah foto kami berdua yang terlihat bahagia.
Terselip di surat
Al-ahzab : 59, yang berisikan tentang perintah untuk berhijab.
Dibalik foto tersebut,
terdapat kata-kata darinya:
Fira.
Maaf karena hari ini aku membuatmu kesal karena sikapku.
Aku ingin sekali rasanya pergi bersamamu siang ini, tapi...
Kado ini belum selesai, jadi aku harus menyelesaikannya dulu sebelum
menyerahkannya padamu.
Maafkan aku, atas segala kesalahanku.
Aku menyayangimu.
Dan akan selalu menyayangimu,
menjadi kembaranmu, dan terus bersamamu J
ps: segera berhijab ya!
sambil menangis aku
hanya bisa menyesali perbuatanku.Aku lupa bagaimana Firza yang selalu bisa
mengejutkanku.
Firza, maafkan aku. Aku
tidak bisa menjadi saudara yang baik untukmu.
Air mata ini terus
menetes, aku tidak tahu bagaimana caraku meminta maaf padamu Firza.
“Tuhan, tak bisakah Kau
berikan aku kesempatan sekali lagi untuk bertemu dengannya?” Kataku dalam
lirih.
Hawa dingin semakin
menusuk kulitku, membuatku memutuskan untuk segera masuk ke kamar dan
meneruskan penyesalanku disana.
Akhir-akhir ini aku
tidur dikamarnya, berharap dia datang menjengukku agar aku bisa menyampaikan
permintaan maaf.
Ku taruh kado pemberian
dari Firza diatas meja belajar. Dan melihat hijab-hijab Firza yang tersusun
rapih di lemari sebelahnya.
Aku mengambil hijab
yang pertama kali ia pakai, kain putih itu kubalutkan kepadaku.
Aku mencoba memakainya,
lalu bercermin.
Saat aku bercermin, aku
seolah melihatnya yang sedang bercermin.
Aku kembali menangis,
aku seolah bertemu lagi dengan Firza malam ini.
“Firza, apa kabarmu?
Mengapa kau menangis?
Jangan menangis Firza,
maafkan aku yang selama ini tak pernah mau menerima ajakanmu untuk berhijab,
maafkan aku karena sudah tidak mau memenuhi janji kita untuk selalu kompak satu
sama lain.
Maafkan aku Firza?
Maafkan aku..”
Tangisku benar-benar
tak terbendung, aku menangis sejadi-jadinya malam itu.
Aku mendekatkan diri ke
cermin, dan seakan melihat Firza yang sedang tersenyum sambil menahan tangis.
Aku berusaha menghapus
airmatanya dicermin.
“jangan menangis
Firza..” kataku sambil mencoba tersenyum.
…
Kini, aku siap untuk
berhijab, kesedihan dalam diriku sudah siap untuk aku kubur dalam-dalam. Karena
aku tahu, dengan berhijab aku akan selalu dekat dengan Firza.
Aku selalu dapat melihatmu
jika aku sedang berhijab. Aku akan lebih sering membaca al’quran, mengikuti
kegiatan social dan menyebarkan banyak hal positif kepada teman-temanku.
Aku pun mulai tertarik
untuk memberikan berbagai jenis tutorial berhijab dengan menggunakan app ailis.
Karena memang aku merasa senang ketika disibukkan dengan hal yang aku rasa
membuatku semakin dekat denganmu.
Terimakasih Firza, karenamu aku sudah berubah menjadi semakin baik.
Dalam do’a, aku akan selalu berharap yang terbaik bagimu.
Berbahagialah disana, aku disini baik-baik saja J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar